Sabtu, 20 Oktober 2012

KeinginanQ


 Wanita atau perempuan diciptakan bukan daripada tulang rusuk atas untuk memerintah,
Bukan daripada Rusuk bawah untuk di pijak,
Tetapi terletaknya tulang rusuk itu dibagian dada,
Dan berdekatan dengan tangan bermakna,
tangan yang membelai dan hati yang mempunyai perasaan dan kasih sayang









Penyebab Blooming Alga


         Blooming plankton adalah plankton yang tumbuh dengan pesat dan jumlahnya sangat banyak per mililiter air. Jika dilihat dari warna, biasanya air yang berwarna pekat misalnya hijau pekat, coklat pekat, hijau biru pekat dan lain sebagainya. Transparansi tidak lebih dari 30 cm, bahkan bisa mencapai 5 cm. Karena pekatnya plankton, koloni partikel plankton bisa terlihat jelas.
         Plankton bisa terjadi “blooming” karena plankton mendapat cukup zat hara yang dibutuhkannya, layaknya seperti tumbuhan lainnya, jika mendapatkan unsur-unsur hara akan tumbuh dengan subur. Adapun zat hara itu berupa nitrat dan posphat. Unsur hara tersebut berasal dari bahan organik dan pupuk anorganik yang masuk ke tambak udang. Misalnya pupuk urea, pupuk SP36, pupuk KNO3, fermentasi, pakan dan lain-lain. Kalau pupuk anorganik dan fermentasi mungkin masih bisa kita hentikan dalam budidaya dengan melihat perkembangan plankton. Pada pakan udang yang kita berikan mengandung protein. Pakan yang termakan, sebagian akan keluar bersama kotoran dan masih mengandung unsur protein. Selain itu sisa pakan yang tidak termakan udang juga akan menjadi sumber nitrat dalam tambak. Pakan Udang juga mengandung pospat. Jika banyak pakan yang tidak termakan oleh udang (sisa pakan) maka akan meningkat pula kandungan pospat dalam air tambak.
Penyebab keberadaan blooming algae secara umum sebenarnya dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok, antara lain :
1. Organisme fitoplankton yang dapat mengeluarkan zat racun spesifik sehingga mengakibatkan kematian ikan, meskipun densitas fitoplanktonnya rendah (kelompok deskriminatif).
2.    Organisme yang tidak mengeluarkan zat beracun, namun karena jumlahnya (densitas) yang sangat tinggi telah mengakibatkan terjadinya dampak negatif dan merusak, seperti penurunan kandungan oksigen terlarut karena proses pembusukan, penyumbatan insang oleh sel-sel fitoplankton dan pengeluaran gas/uap yang mematikan (aerosol, kelompok non diskriminatif). Masing-masing dari kelompok ini dapat mengakibatkan kematian ikan secara massal. Penyebab terjadinya proses blooming algae masih belum diketahui dengan pasti, namun merupakan kombinasi mekanisme biologi, fisika dan kimia yang terjadi di laut. Sekalipun blooming algae sering dikaitkan dengan proses eutrofikasi.
Berlimpahnya algae di permukaan laut juga telah mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen pada kolom air di bawahnya, akibatnya mahluk hidup lain seperti ikan-ikan kecil akan mati lemas kekurangan oksigen. Selain itu, jika jenis algae ini beracun, maka ikan-ikan besar yang memakan algae ini juga ikut teracuni, biasanya akan mengalami lumpuh dan bahkan mati beberapa saat kemudian. Berlimpahnya algae ini juga mengakibatkan keracunan mahluk hidup lainnya seperti kerang-kerangan yang hidup di dasar laut. Kerang yang teracuni algae ini sangat beracun jika dikonsumsi manusia karena mempunyai akumulasi kandungan racun yang lebih tinggi dibandingkan jenis ikan. Hal lain yang merupakan ciri booming algae adalah kelaziman terjadinya di kawasan pantai, sangat jarang terjadi di laut lepas karena umumnya kista-kista algae ini hidup dalam bentuk Alexandrium istirahat tertimbun sedimen lumpuran sampai tahunan di perairan dangkal.
3.    Upwelling
Upwelling sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi ledakan alga, dapat didefinisikan sebagai peristiwa menaiknya massa air laut dari lapisan bawah ke permukaan (dari kedalaman 150 – 250 meter) karena proses fisik perairan. Proses upwelling terjadi karena kekosongan massa air pada lapisan permukaan, akibat terbawa ke tempat lain oleh arus. Upwelling dapat terjadi di daerah pantai dan di laut lepas. Di daerah pantai, upweling dapat terjadi jika massa air lapisan permukaan mengalir meninggalkan pantai. Untuk laut lepas, proses upwelling dapat terjadi karena adanya pola arus permukaan yang menyebar (divergence), sehingga massa air dari lapisan bawah permukaan akan mengalir ke atas mengisi kekosongan yang terjadi karena menyebarnya arus. Adanya proses ini ditandai dengan turunya suhu permukaan laut yang cukup mencolok (sekitar 2oCuntuk daerah tropis, dan > 2oC untuk daerah sub tropis).
Upwelling dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1) Jenis tetap (stationary type), yang terjadi sepanjang tahun meskipun intensitasnya dapat berubah ubah. Di sini akan berlangsung gerakan naiknya massa air dari lapisan bawah secara mantap dan setelah mencapai permukaan, massa air bergerak secara horizontal ke luar, seperti yang terjadi di lepas pantai Peru.
2) Jenis berkala (periodic type) yang terjadi hanya selama satu musim saja. Selama air naik, massa air lapisan permukaan meninggalkan lokasi air naik, dan massa air yang lebih berat dari lapisan bawah bergerak ke atas mencapai permukaan.
3) Jenis silih berganti (alternating type) yang terjadi secara bergantian dengan penenggelaman massa air (sinking). Dalam satu musim, air ringan di lapisan permukaan bergerak ke luar dari lokasi terjadinya air naik dan air lebih berat di lapisan bawah bergerak ke atas yang kemudian tenggelam.
 Di Indonesia, arus upwelling yang terjadi hanya jenis berkala dan jenis silih berganti dan hanya ada di perairan tertentu dan hanya pada musim timur. Daerah tempat upwelling seperti di Laut Banda sebelah selatan Pulau Jawa sampai Lombok utara, Pulau Halmahera, Laut Cina Selatan, Laut Maluku dan Selat Makasar.
Selain melandainya suhu permukaan, keberadaan upwelling juga ditandai oleh naiknya unsur hara atau nutrien pada lokasi tersebut, karena massa air bawah permukaan pada umumnya lebih kaya zat hara dibanding dengan lapisan permukaannya. Nutrien, khususnya pospat dan silikat di zona fotik sangat berpengaruh terhadap produktivitas fitoplankton, dan oleh karena itu pada lokasi upwelling akan ditemui fitoplankton dalam jumlah yang besar.
Fenomena peningkatan populasi fitoplankton semata-mata adalah fenomena alami, dan tidak selalu menimbulkan efek yang berbahaya. Namun, bila yang terjadi adalah peningkatan populasi fitoplankton berbahaya, maka perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya salah satu kombinasi dari keempat hal tersebut. Keberadaan HABs secara umum sebenarnya dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok penyebab, antara lain :
(1). Organisme fitoplankton yang dapat mengeluarkan zat racun spesifik sehingga mengakibatkan kematian ikan, meskipun densitas fitoplanktonnya rendah (kelompok deskriminatif).
(2). Organisme yang tidak mengeluarkan zat beracun, namun karena jumlahnya (densitas) yang sangat tinggi telah mengakibatkan terjadinya dampak negatif dan merusak, seperti penurunan kandungan oksigen terlarut karena proses pembusukan, penyumbatan insang oleh selsel fitoplankton dan pengeluaran gas/uap yang mematikan (aerosol, kelompok nondiskriminatif).
    Masing-masing dari kelompok ini dapat mengakibatkan kematian ikan secara masal. Penyebab terjadinya proses HABs masih belum diketahui dengan pasti, namun merupakan kombinasi mekanisme biologi, fisika dan kimia yang terjadi di laut. Sekalipun HABs sering dikaitkan dengan proses eutrofikasi, namun tidak jarang HABs terjadi juga di daerah yang tidak berpenduduk. Selain aspek eutrofikasi, ada juga kemungkinan masuknya nutrien dari sungai, air, hujan, atau terbawa arus termasuk di dalamnya arus yang naik ke permukaan yang disebut juga dengan proses upwelling.

Jumat, 19 Oktober 2012

Pembenihan Ikan Lele


Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) telah banyak dikenal orang sebagai ikan peliharaan yang baik, mudah dipelihara dalam kolam dan genangan air biasa. Ikan lele dumbo juga merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki daging yang lezat, mudah dicerna dan bergizi. Selain itu lele dumbo dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi ((Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar, 2007).
           Proses pemijahan dimulai dari peletakkan kakaban ke dalam bak yang telah diisi air setinggi 20 cm, sampai semua telur terendam di dalam air. Tujuannya adalah agar semua telur dapat menetas. Cara meletakkan kakaban adalah pada keempat ujung kakaban diikatkan pada batu, sehingga jarak antara kakaban dan dasar bak adalah 5 cm. Tujuannya adalah agar telur yang berada di bagian bawah kakaban tidak tertindih dan pecah.
Telur yang dihasilkan induk seberat 1,2 kg dan induk jantan seberat 1 kg tersebut berjumlah 23.650 butir. Setelah 24 jam, telur lele dumbo menetas menjadi larva. Setelah semua telur telah menetas, maka kakaban segera diangkat. Jumlah larva yang menetas adalah sekitar 17.123. ekor. Maka dapat dihitung Hatching Rate (HR) adalah 72,4%.
Larva tidak diberi makan selama tiga hari pertama. Pada hari 4-25, larva diberi makan berupa cacing tubifex (cacing sutera) dengan dosis secukupnya.
Grading mulai dilakukan 30 hari setelah telur menetas, kemudian dilanjutkan sekali dalam dua minggu. Tujuannya adalah untuk menyeragamkan ukuran sehingga menghindari kanibalisme antar benih lele dumbo.
     Sebelum digunakan sebagai tempat pendederan, persiapan bak yang dilakukan adalah pembersihan dinding dan dasar bak, pengeringan, dan pengisian air. Setelah larva berumur 25 hari, yakni berukuran 1-3 cm, maka benih dipindah ke kolam pendederan 1. Pakan yang diberikan adalah berupa tepung udang. Benih dipindah ke kolam pendederan 2 setelah berukuran 3-5 cm, yakni berumur 35 hari. Benih tersebut diberi makan berupa campuran tepung udang dan pakan berupa crumble. Benih mulai dipelihara di bak pendederan 3 ketika berukuran 5-7 cm. Pakan yang diberikan berupa pellet apung, dengan merk FF-999-1.
         Air pada bak penetasan telur yang sekaligus digunakan sebagai tempat pemeliharaan larva, tidak pernah diganti dan disipon. Hal ini tidak sesuai dengan Khairuman dan Amri (2002a), bahwa kolam atau tempat penetasan telur yang sekaligus dijadikan sebagai tempat pemeliharaan larva dilakukan penggantian atau penambahan air harus setiap 2 hari sekali atau tergantung dari kebutuhan dengan melihat kualitas air yang ada di dalam kolam penetasan. Parameter kualitas air pada air media pemeliharaan larva adalah suhu =24- 27°C.
Benih lele terserang penyakit dengan gejala klinis ikan yang diserang sangat lemah dan selalu timbul di permukaan air; terdapat bintik-bintik berwarna putih pada kulit, sirip dan insang, ikan sering menggosok-gosokkan tubuh pada dasar atau dinding kolam. Sehubungan dengan dilarangnya penggunaan antibiotik, maka benih lele yang terserang penyakit tersebut langsung dibuang, ini bertujuan agar penyakit tersebut tidak menular kepada benih lele yang lain. 
           Benih lele dumbo dipanen pada pagi hari atau tergantung pada permintaan konsumen. Pengangkutan dan pengepakan benih dapat dilakukan secara tertutup dengan kantong plastik yang kuat jenis polly etilen yang diisi air bersih dan benih dimasukkan sedikit demi sedikit.

Kerinduan

Di sini
Di antara kemeriahan dan bintang
aku memilih sunyi
dimana telah kutanam hektaran rindu untukmu
ketika malam berjatuhan
hingga terdampar di pagi
dan untuk kesekian kalinya
aku merasa kau begitu jauh
meski kita masih saling berteduh
di bawah langit yang sama
kekasihku….
jika kau percaya angin adalah satu
jika kau percaya samudera adalah biru
akan kunyanyikan rindu ini
lewat angin, lewat lagu
lewat sunyi
dan denting malam





Fhoto Narsis